BINews || Jabar – Karawang, — Netralitas Penyelenggara maupun ASN (Aparatur Sipil Negara) dalam menghadapi pertarungan ajang Pilkada Demokrasi 5 Tahunan di Karawang selalu menjadi sorotan publik. Sejak awal tahapan penyelenggaraan Pilkada dugaan pelanggaran demi pelanggaran bermunculan.
Banyaknya pelanggaran yang dilakukan oleh ASN sampai dengan penyelenggara Pilkada dalam catatan Bawaslu Karawang sudah lebih dari 20 kasus.
Berawal dari ajakan Kepala Desa di seluruh Kec. Lemahabang tentang beredarnya pesan suara salah seorang Kades yang mengajak untuk mengiringi pendaftaran salah satu Bacalon Bupati dan Wakil Bupati Karawang Tahun 2020. Pemerhati selalu mengingatkan kepada penyelenggara maupun ASN jangan sampai terlibat politik praktis agar selalu menjaga Netralitas.
“Ajakan kepada para kepala Desa di Kec. Lemahabang yang dulu sempat viral dalam pemberitaan tentang netralitas ASN yang di pertanyakan oleh pengamat atau pemerhati maupun masyarakat ternyata berlanjut disaat kampanye salah satu Paslon Bupati dan Wakil Bupati di Pilkada Karawang.” ucap Abdul Rohman Direktur Bramasta Bamuswari Karawang. kepada rekan awak media Rabu, 21 Oktober 2020.
Dia juga mengatakan sudah mengantongi alat bukti keterlibatan 2 kepala Desa di kecamatan Lemahabang yang diduga ikut hadir dalam kampanye salah satu Paslon Pilkada Karawang 2020 pada hari Selasa, 21 Oktober 2020 dan akan segera melaporkan ke Bawaslu Kab. Karawang secepatnya.
Abdul Rohman mengingatkan, “seharusnya para kepala Desa bisa menahan syahwat politiknya dalam kontestasi Pilkada ini, karna perbuatan yang sepele bisa berdampak fatal terhadap kepala desa” pintanya.
Sebagai mana amanat UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa: Pasal 29 huruf (b) membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga, pihak lain, dan/atau golongan tertentu huruf (g) disebutkan bahwa kepala desa dilarang menjadi pengurus partai politik dan pada huruf (j) dilarang untuk ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala daerah.
Dalam undang-undang tersebut, kepala desa memiliki peran sebagai pihak yang netral. “Kepala desa dilarang untuk ikut serta dalam politik praktis, tidak bisa menjadi pengurus partai politik atau anggota partai politik dan tidak dapat juga menjadi tim kampanye atau tim sukses peserta pemilu atau Pilkada.” Pungkasnya.
Dalam UU No. 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas undang – undang nomor 1 tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang nomor 1 tahun 2014 tentang pemilihan gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi undang-undang;
Pada pasal 70 ayat (1) huruf (c) disebutkan bahwa Dalam kampanye, pasangan calon dilarang melibatkan kepala desa atau sebutan lain/Lurah dan perangkat Desa atau sebutan lain/perangkat Kelurahan.
• Pasal 71 ayat (1) disebutkan bahwa Pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI/POLRI, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.
Sanksi terhadap Kepala Desa dan Perangkat Desa yang melanggar larangan dalam Politik Praktis tertuang dalam: 1 . UU No. 6 Tahun 2014:
• Pasal 30 ayat (1) Kepala Desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dikenai sanksi administrative berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis. (2) Dalam hal sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan, dilakukan tindakan pemberhentian sementara dan dapat dilanjutkan dengan pemberhentian.
• Pasal 52 ayat (1) Perangkat Desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis. (2) Dalam hal sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan, dilakukan tindakan pemberhentian sementara dan dapat dilanjutkan dengan pemberhentian.
2. Dalam UU No. 10 Tahun 2016 jo. UU No. 1 Tahun 2015
• Pasal 71 ayat (5) Dalam hal Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota selaku petahana melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), petahana tersebut dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.
• Pasal 188 Setiap pejabat negara, pejabat Aparatur Sipil Negara, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).
• Pasal 189, Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota yang dengan sengaja melibatkan pejabat badan usaha milik negara, pejabat badan usaha milik daerah, Aparatur Sipil Negara, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, anggota Tentara Nasional Indonesia, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah serta perangkat Desa atau sebutan lain/perangkat Kelurahan sebagaimana dimaksud Pasal 70 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyakRp6.000.000,00 (enam juta rupiah).
Dalam pemilihan Kepala daerah, kepala desa dan perangkat desa dapat dikenai sanksi pidana bila terbukti melakukan pelanggaran dengan melakukan keputusan seperti kegiatan-kegiatan serta program di desa dan juga melakukan perbuatan atau tindakan yang mengarah keberpihakan kepada salah satu pasangan calon atau calon kepala daerah yang terindikasi merugikan calon lain.
Rohman menjelaskan “misalnya ikut serta dalam kegiatan kampanye. Demikian juga, Calon kepala daerah yang melibatkan kepala desa dan perangkat desa dapat dikenai sanksi pidana sebagai calon kepala daerah.” pungkasnya. (Riyandi & Rekan)