Hukum  

BPI KPNPA RI Sarankan Jaksa Agung Tegas Kejajaran Dibawahnya

Dibaca : 179

BINEWS II Jakarta

BPI KPNPA RI Sarankan Jaksa Agung ST Burhanuddin diminta Perintahkan seluruh Jaksa untuk memahami dan melaksanakan amanah Pasal 41 UU Tipikor dan Bina Jaksa guna membangun Loyalitas dan Integritas, Kamis, (18/11/2021)

Badan Peneliti Independen Kekayaan Penyelenggara Negara dan Pengawas Anggaran Republik Indonesia (BPI KPNPA RI) melalui ketua umum Tubagus Rahmad Sukendar SH, S.sos menilai belum melihat loyalitas dan integritas Para Jaksa kepada Jaksa Agung Profesor DR ST Burhanuddin SH, MH.

Pasalnya sejak jaksa agung diserang isu negatif, Rahmad Sukendar mengaku belum melihat ada satu orang dari Koprs Adhyaksa yang muncul dan terang-terangan mengaku loyalis dan siap pasang badan untuk Orang nomor satu di kejaksaan republik Indonesia.

“Mewakili seluruh kader dan peneliti BPI KPNPA RI kami memberikan analisa, jujur bingung dan heran tidak satupun Jaksa dari mulai yang bekerja di kejaksaan agung hingga di kejaksaan daerah berani muncul mengaku Loyalis, menentang Isu Negatif dan berani pasang badan yang sedang menyerang Jaksa Agung Bapak ST Burhanuddin.

Sungguh Aneh, Mereka para jaksa se-Indonesia lupa
Bahwa Jaksa Agung adalah Orang tua mereka Bapaknya seluruh Adhyaksa se-nusantara. Namun belum terlihat satupun anaknya yang membela Bapaknya terang-terangan” Ucapnya.

Pria yang dikenal sangat berani dan tidak memberikan toleransi terhadap pelaku tindak pidana Korupsi memberikan saran Jaksa Agung Profesor DR ST Burhanuddin SH, MH untuk belajar kepada tetangganya Koprs Kepolisian Republik Indonesia (Polri).

“Saran saya untuk Bapak Jaksa Agung perlu belajar dengan Bapak Komjen (Pol) Budi Gunawan bagaimana membentuk Polisi yang memiliki jiwa loyalis dan korsa terhadap pimpinan dan Koprs institusinya.

Kita sangat tau persis dan tidak melupakan bagaimana kisah Bapak Komjen (Pol) Budi waseso yang saat itu menjabat kasespim menunjukkan Loyalitas dan Integritasnya dalam membela atasannya di korps Tribrata yang menduga ada penghianatan dari Internal institusi kepolisian sendiri saat itu.

Pak Buwas Berani pasang badan kepada atasannya Yaitu Bapak Budi Gunawan yang saat itu menjabat Kalemdikpol polri yang sedang diajukan menjadi calon Kapolri diserang isu negatif bahkan dijadikan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi yang akhirnya menang PTUN dan dibatalkan atas status tersangkanya.

Pak ST Burhanuddin perlu banyak belajar ke beliau (Budi Gunawan) agar dapat menciptakan dan membina para Jaksa berjiwa loyalis dengan pimpinan dan berani muncul pasang badan pada korps Adhyaksa. Banyak jaksa yang berprestasi dan berintegritas dalam penegakkan hukum namun karena tidak ikut dalam gerbong tertentu, kariernya terpinggirkan.

BPI sudah melakulan penelitian tertutup dan terbuka selama 3 bulan dimana banyak jaksa yang memiliki komitmen tinggi dalam penegakkan hukum dan pemberantasan korupsi malah mandeg kariernya tanpa diberikan kesempatan” Tegasnya.

Ditempat terpisah, melalui Direktur Investigasi dan Intelijen BPI KPNPA RI juga mengemukakan penilaiannya terhadap Gagalnya Jaksa Agung dan Jaksa Agung muda Pembinaan (Jambin) dalam melakukan pembinaan terhadap para Jaksa di daerah.

Dirinya mengungkapkan selain keberhasilan tim Satgas 53 yang mengungkap dugaan penyimpangan pemerasan oleh Oknum Jaksa nakal yang luput dari Pengawasan Jamwas dan aswas daerah, bahwa masih ditemukan banyaknya Jaksa yang tidak paham, dan minimnya pelayanan prima kepada masyarakat dalam menerapkan dan melaksanakan amanah Undang-undang Republik Indonesia (UU RI) Tentang Tindak Pidana Korupsi No. 31 Tahun 1999 Jo UU RI No. 20 tahun 2001 pada Pasal 41 tentang Peran serta Masyarakat.

“Satgas 53 sukses mengungkap terduga Jaksa nakal, namun gerakan bersih-bersih Jaksa di daerah tidak akan pernah bersih jika sapu yang digunakan masih sama dan belum diganti dengan yang bersih.

Bapak Jaksa Agung harus berani dan tegas pilih dan tunjuk langsung untuk menempatkan Jaksa Terbaik dan berprestasi di bidang tindak pidana Korupsi untuk diletakkan di posisi jabatan strategis di bidang Pidana Khusus baik di kejaksaan agung dan di Kejaksaan Daerah.

Banyak jaksa yang perlu disuruh belajar kembali dan melaksanakan Amanah UU Tipikor pasal 41 tentang peran serta masyarakat, disebutkan dalam 30 hari pelapor berhak mendapatkan jawaban terkait proses perkembangan atas laporan Dugaan Tindak pidana korupsi dari lembaga penegak hukum terkait.

Namun Faktanya, terhadap laporan kami yang sudah dikirimkan ke bapak jaksa agung dan sudah dilimpahkan oleh Jamintel ke Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara belum mendapatkan informasi sejauh mana proses penindakannya. Bukti rekaman suara dan Dokumen sudah sangat lengkap untuk memudahkan Pulbaket puldata sang jaksa yang menangani. Malah saya sempat bingung mencari sudah dimana keberadaan surat Laporan yang dilimpahkan tersebut.

“Gak habis fikir, malah kami yang hampir tiap hari lebih banyak menghubungi dan bertanya sudah sampai mana penanganan surat laporan kami tersebut, bukan dari pihak bidang Intel di kejatisu yang menghubungi kami.

Dan ternyata baru kami ketahui dilimpahkan kembali dari Kejatisu ke Kejaksaan Negeri Batu Bara. Ketika saya follow up dan bertanya kepada kasi Intel kejaksaan Negeri Batu Bara yang menangani Laporan dari BPI KPNPA RI bernama Syafrizal, dan mirisnya saya mendengar informasi bahwa jaksa tersebut sudah dipindahkan tugas ke Kota Aceh Subulussalam. Kami jadi menduga-duga ada apa dengan laporan kami? ” terangnya.

Pria yang disapa Angling Darma meminta Jaksa Agung Harus berani tegas kepada Pada jaksanya sendiri yang tidak melaksanakan 7 Prioritas Kejaksaan Agung yang salah satunya dalam penanganan laporan dugaan tindak pidana Korupsi hingga tuntas.

“Saya berharap Bapak Jaksa Agung harus berani tindak tegas Jaksa yang nakal dan tidak melaksanakan perintahnya. Dengan dipindahkannya kasi Intel Kejari Batu Bara Jaksa yang berani, berintegritas dan sedang memproses penanganan laporan kami malah dipindahkan ke daerah lain, membuat kami menduga-duga, bersih-bersih di kejaksaan daerah malah membersihkan jaksa yang berani berantas Korupsi.

Jangan hanya berani menerapkan hukum tajam kebawah dan kebawah, namun Di internal kejaksaan sendiri juga harus berani donk menerapkan kepada para jaksa peraturan yang tajam baik keatas maupun kebawah dalam melaksanakan amanah UU Tindak pidana korupsi.

Coba dipantau dan diawasi itu setelah dari kunjungan kerja Bapak Jaksa Agung di kejaksaan tinggi Sumatera Utara, kami belum melihat perubahan dan penanganan laporan dugaan tindak pidana Korupsi kami jadi lebih cepat ” Tuturnya.

BPI KPNPA RI juga menyayangkan Bebasnya Pelaku pengemplang pajak di pengadilan Jakarta Utara yang diduga disebabkan atas tidak tepatnya Jaksa Dalam menerapkan pasal, hingga terdakwa diberikan vonis bebas dan mengakibatkan kerugian negara sekitar 146 Miliar Gagal dikembalikan. Ini preseden buruk kejaksaan dalam menunjuk jaksa penuntut pada kasus tersebut.

“Perlu diperiksa satgas 53 dan Jamwas itu jaksa penuntutnya. Hingga kerugian keuangan negara lolos untuk dikembalikan ” Ucapnya Tegas kepada reporter kami.

Baru-baru ini seperti ketahui bebasnya Pelaku yang didakwakan Sebagai pengemplang pajak divonis bebas di pengadilan Jakarta Utara. Kendati dalam kasusnya HS terbukti telah merugikan negara dari sektor pendapatan pajak Rp146 miliar lebih, namun terdakwa Hartanto Sutarja dalam putusan Majelis Hakim tetap tidak bisa dihukum.

Majelis Hakim menyebutkan, pasal tunggal yang didakwakan Jaksa Novriyandi,SH, MH dari Kejaksaan Tinggi DKI dan Melani, SH, MH dari Kejari Jakarta Utara bahwa Pasal 39 ayat (1) huruf d UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan tidak tepat sasaran.

Sehari sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara pimpinan Maryono, SH, MH, membebaskan terdakwa Hartanto Sutarja pengemplang pajak senilai Rp164 miliar lebih, Rabu (17/11/2021) kemarin.

Majelis Hakim yang juga mengalihkan status penahanan terdakwa Hartanto Sutarja Direktur Utama (Dirut) PT. Dirut PT. Pazia Retelindo (PR) dari dalam Rumah Tahanan Negara (Rutan) menjadi tahanan Kota dengan alasan sakit.

Kendati dalam kasusnya Hartanto Sutarja terbukti telah merugikan negara dari sektor pendapatan pajak Rp146 miliar lebih, namun terdakwa Hartanto Sutarja dalam putusan Majelis Hakim tetap tidak bisa dihukum.

“Jaksa salah atau tidak tepat mengenakan pasal dalam surat dakwaannya, sehingga terdakwa Hartanto, tidak bisa dihukum dengan dakwaan pasal tunggal tersebut,” terang Maryono dalam pertimbangannya.

Majelis Hakim menyebutkan, pasal tunggal yang didakwakan Jaksa Novriyandi, SH, MH dari Kejaksaan Tinggi DKI dan Melani, SH, MH dari Kejari Jakarta Utara bahwa Pasal 39 ayat (1) huruf d UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan tidak tepat sasaran.

“Perbuatan dalam kasus ini sesungguhnya diatur dalam Pasal 39 huruf a. Oleh karenanya, terdakwa Hartanto Sutarja harus dibebaskan dan memulihkan nama baiknya,” tandas Maryono.

Tim Penasihat Hukum terdakwa saling bersalaman mendengar putusan Majelis Hakim tersebut. Sedangkan terdakwa Hartanto Sutarja tampak tak henti-hentinya mengumbar senyuman diruang persidangan.

Sementara, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Melani dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Utara menyatakan pukir-pikir menanggapi putusan Majelis Hakim. “Kami pikir-pikir dulu Pak Hakim,” tutup Jaksa.

Sebelumnya, terdakwa pengemplang pajak Rp900 miliar lebih juga dibebaskan Majelis Hakim PN Jakarta Utara. Al-hasil, dari dua kasus ini kerugian negara sektor pajak senilai Rp1 triliun lebih tidak bisa diselamatkan.

Sebelumnya, Hartanto Sutarja dituntut 4,5 tahun penjara serta denda Rp292 miliar lebih. Jika denda itu tidak dibayar maka harta Hartanto Sutarja akan disita kemudian dilelang untuk mengembalikan kerugian negara.

Hartanto dinyatakan tidak melaporkan faktur pajak dan transaksi penjualannya ke KPP Pratama Jakarta Pademangan secara lengkap, dimana seharusnya terdakwa melaporkan dalam SPT masa PPN Januari 2015 sampai Desember 2015.

Namun, terdakwa sebagai Dirut dan Theresia Maria Elizabeth Sutji Listyorini (TMESL) sebagai Direktur hanya melaporkan SPT masa PPN Januari 2015 – April 2015. Akibatnya terjadi tunggakan pajak atau kerugian negara dalam hal setoran pajak.

Menurut Jaksa, modus kejahatan terdakwa Hartanto Sutarja dengan sengaja menutup operasional PT. Pazia Retelindo yang dibuat seolah tidak ada kegiatan transaksi sama sekali. Namun kenyataannya faktur-faktur pajak masih ditandatangani terdakwa Hartanto Sutarja.

Dalam tuntutannya, Jaksa menyatakan bahwa terdakwa Hartanto Sutarja terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah telah melakukan pelanggaran UU tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

“Terdakwa melanggar Pasal 39 ayat (1) huruf d jo Pasal 43 ayat (1) UU No.6 tahun 1983, tentang Ketentuam Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No. 16 tahun 2009 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP,” pungkas Jaksa. (red)