Opini  

MINIMNYA PERLINDUNGAN TERHADAP PEREMPUAN

Dibaca : 375

MINIMNYA PERLINDUNGAN TERHADAP PEREMPUAN

 

Oleh : Yati Asipa Fitria, Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang.

 

BeritaIndonesianews.id – Desember 2021

Kekerasan menurut KBBI memiliki arti perbuatan seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain. Kekerasan seksual adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar, dan/atau tidak sesuai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk komersial dan/atau dengan tujuan tertentu (UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga). Tingkat kekerasan yang terjadi di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya berdasarkan data Badan Peradilan Agama (BADILAG) dan data formulir kuisioner yang diterima oleh Komnas Perempuan dari tahun ke tahun.

 

Tingkat Kekerasan Seksual Dikala Pandemi

Menurut data yang terdapat pada Catatan Tahunan (CATAHU) Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) tingkat kekerasan seksual di Indonesia menurun pada tahun 2020 sebesar 31%. Namun, menurunnya kasus yang tercatat tidak dapat dikatakan sebagai berkurangnya kasus kekerasan seksual yang terjadi. Terjadinya peningkatan kasus yang ada di Indonesia juga bisa dikarenakan adanya kesadaran dan keberanian korban untuk melapor. Terdapat data yang menunjukkan bahwa angka dispensasi pernikahan (perkawinan anak) pada tahun 2020 meningkat sebesar 3 kali lipat dari tahun sebelumnya. Menurunnya data yang diperoleh Komnas perempuan dikala pandemi dikarenakan berubahnya sistem layanan untuk melaporkan kasus dan butuhnya waktu untuk beradaptasi.

Pengumpulan data menggunakan format Google Form seharusnya bisa mempermudah dalam melaporkan kasus karena bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja, sistem ini juga memudahkan Komnas Perempuan untuk mengumpulkan data secara statistik. Korban kekerasan seksual banyak dialami oleh perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Banyak korban yang tidak mau melaporkan kasus kekerasan seksual yang terjadi karena tidak sedikit kasus yang juga berbalik menyerang korban atau pelaku kekerasan korban tersebut merupakan kerabat dekat atau bahkan keluarga korban. Bahkan ketika menjadi korban kekerasan seksual perempuan juga sering kali disebut sebagai penyebab dari munculnya tindak kekerasan seksual tersebut dan mereka juga sering disebut sebagai aib keluarga. Meningkatnya angka pernikahan dibawah umur juga memicu tingginya kekerasan dalam rumah tangga. Tidak hanya kekerasan dalam rumah tangga, pacaran pun bisa memicu terjadinya kekerasan.

Menurut data yang terdapat pada CATAHU Tahun 2020 tingkat kekerasan seksual yang terjadi pada ranah personal secara konsisten menempati angka tertinggi kekerasan pada perempuan pada 10 tahun terakhir. Pakaian sering kali dijadikan sebagai alasan pemicu pelecehan seksual karena dianggap mengundang aksi pelecehan seksual dengan memakai baju seksi atau berjalan sendiri di malam hari yang pada faktanya banyak perempuan dengan pakaian rapi dan tertutup tetap menjadi korban. Banyaknya kasus yang pelecehan yang terjadi di Pondok Pesantren juga membuktikan bahwa pakaian bukanlah alasan yang menjadi pemicu pelecehan seksual. Jadi bukan pakaian yang harus diperhatikan tetapi juga pelaku yang tidak bisa mengontrol pikiran dan perbuatannya.

 

Kekerasan seksual tidak hanya terjadi di tempat yang sepi, kekerasan seksual bahkan sering terjadi ditempat umum. Pelecehan seksual yang sering dilakukan dan dianggap sepele oleh kebanyakan orang yaitu cat calling. Pelecehan seksual juga bisa terjadi di sosial media yaitu Kejahatan Berbasis Gender Siber (KBGS), sexual harassment juga merupakan salah satu pelecehan seksual yang sering disepelekan dan banyak terjadi di media digital pada masa pandemi. Padahal seharusnya pelecehan seksual ini tidak dibenarkan karena jika suatu hal kecil dinormalisasikan bisa membuat pelaku melakukan pelecehan lain bahkan kekerasan seksual seperti pencabulan, pemerkosaan, marital tape, atau bahkan incest. Dampak yang ditimbulkan dari kekerasan seksual tersebut bisa menjadi sangat besar bagi korban yaitu dampak fisik, psikis, dan sosial yaitu korban. Dampak fisik yang mungkin saja bisa terjadi yaitu terkena penyakit menular sex sepeti HIV/AIDS. Dampak psikis yang bisa terjadi yaitu depresi, menyakiti diri sendiri, eating disorder, gangguan tidur bahkan ada rasa untuk mengakhiri diri sendiri. Dan dampak sosial yang bisa terjadi yaitu mengisolasi diri, sulit memercayai orang lain dan enggan bertemu dengan orang lain. Jika korban hanya mengalami sedikit dampak fisik yang disebakan oleh kekerasan yang terjadi mungkin bisa disembuhkan oleh beberapa perawatan sedangkan korban yang mengalami dampak psikis ataupun sosial bisa membuat dirinya trauma seumur hidup. Meskipun begitu kekerasan seksual atau pelecehan tetap tidak bisa dibenarkan adanya.

Pentingnya Edukasi

Sangat disayangkan sekali seharusnya pemerintah bisa mengesahkan RUU PKS agar bisa meminimalkan kasus, walaupun tidak bisa sepenuhnya menghilangkan kasus kekerasan seksual setidaknya bisa mengurangi kasus kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia. Pelaku dari tindak kekerasan seksual ini bisa diberi hukuman tegas yang sesuai dengan apa yang mereka perbuat agar mereka jera dan tidak melakukan hal yang sama. Selain dari perempuan yang harus bisa menjaga diri, laki-laki juga harus diajarkan bagaimana caranya menghormati perempuan dengan tidak melakukan pelecehan. Karena itu harus diadakannya parenting untuk orang tua agar bisa mengedukasi tentang sex sejak dini agar anak tidak mendapatkan pelajaran yang salah mengenai apa itu sex dan sebagainya. Pengawasan terhadap pemakaian ponsel pada anak dibawah umur karena media digital yang semakin canggih tetapi juga mengerikan bisa mempengaruhi seorang anak dalam masa pertumbuhannya.

(Red).