BINEWS || Medan, Sumut – Dilansir dari Detiknews, Menurut Pasal Dalam KUHP saat ini, larangan judi tertuang dalam Pasal 303. Diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun atau pidana denda paling banyak dua puluh lima juta rupiah dan ini untuk bandar judinya. Adapun pemain judinya, dihukum maksimal 4 tahun penjara.
Walau sanksi hukuman ini, bagi bandar judi bukanlah hukuman yang berat. Hanya mengganti kurungan tersebut dengan denda maksimal Rp 25 juta. Tentu bagi sang Bandar itu hukuman yang ringan saja.
Nah, tidak tahu apa alasannya dalam RUU KUHP yang dikutip detikcom, Kamis (29/8/2019), hukuman bandar judi diringankan yaitu maksimal 9 tahun penjara. Pasal 433 berbunyi:
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori VI. Adapun pemain judi, ancaman hukumannya diringankan menjadi maksimal 3 tahun penjara.
Menanggapi hal ini Ketua Forum Pers Independent Indonesia Setwil Sumut Bung Muhammad Arifin, mengatakan
“Terlepas dari sanksi tersebut, apapun tindakan kriminal termasuk judi, bisa dianggap legal jika sudah mendapat persetujuan atau disyahkan oleh Pemerintah dalam undang-undang. Tapi sampai saat ini belum terdengar kabar bahwa judi di legalkan oleh Pemerintah Republik Indonesia, berarti masih perbuatan melawan hukum (kriminal). Dan menjadi tanggung jawab aparat hukum (Polri) untuk memberantasnya, ” Katanya
Saat ini banyak kejadian di Sumatera Utara sangatlah menyedihkan sekali. Dimana maraknya lokasi perjudian sudah banyak sekali di publikasikan di media terutama di media online, cetak dan juga media sosial seperti Facebook.
Tetapi pemberitaan tersebut bukan serta merta menjadi acuan bahwa lokasi judi tersebut akan diberantas dan ditumpas habis oleh aparat hukum. Jangan salahkan masyarakat jika berasumsi ataupun berfikiran kalau kepolisian memang tidak serius untuk memberantas judi. Apalagi sampai-sampai para emak-emak dengan geramnya menggerebek langsung lokasi judi tersebut seperti yang pernah terpublikasikan di media sosial.
Sebagai seorang insan Pers, sedih rasanya saat mendengar khabar bahwa teman seprofesi mendapatkan tindakan kriminal bahkan sampai harus kehilangan nyawanya dalam menjalankan profesinya. Dan lebih sedih lagi saat di gelar konferensi Pers terkait apa yang dialami para awak media seperti kasus terbunuhnya Mara Salem Harahap di Siantar Sumatera Utara, ancaman pembunuhan jurnalis di Binjai dan terakhir kali terkait penyiraman air keras yang melukai wajah jurnalis Persada Bhayangkara yang saat ini masih dirawat di RS H. Adam Malik Medan.
Apalagi, didapat keterangan dari konferensi Pers oleh kepolisian bahwa perlakuan tindakan kriminal yang didapat oleh para jurnalis tersebut dari Bandar Judi seolah wajar dengan istilah kata “karena tak tau diri”. Sementara keterangan dari pihak korban (jurnalis) tidak bisa didapat dikarenakan sudah meninggal atau sedang dalam keadaan perawatan khusus seperti yang dialami persada Bhayangkara.
Seolah para jurnalis tersebut sudah mendapat setoran dari Bandar Judi tetapi dikarenakan masih merasa kurang maka mengancam Bandar Judi tersebut dengan akan mempublikasikan perjudian yang dikelolanya. Sehingga membuat Bandar Judi geram, dan melakukan tindakan kriminal sampai harus menghilangkan nyawa jurnalis tersebut.
Bisa dibayangkan, pishikis ataupun kejiwaan pihak keluarga jurnalis yang jadi korban. Sudah pasti akan semakin sedih dan terguncang jiwanya. Di satu sisi masih bersedih dan meratapi nasib yang dialami suaminya sebagai tulang punggung keluarga, ditambah lagi dengan pemberitaan dari hasil konferensi Pers, yang mengaggap suaminya mendapatkan tindakan kriminal dari pelaku bandar judi dianggap layak. Dengan istilah kata “itulah resiko mencari gara-gara dengan Bandar judi, Tahankanah resiko itu”. Perasaan yang sangat menyakitkan disaat mendengarnya.
Tidak bisa di pungkiri, apapun profesinya walau dianggap bagus dan mulia, pasti ada saja oknum yang nakal di profesi tersebut. Begitu juga dengan profesi di bidang media. Pasti ada juga awak media yang nakal dan berteman dengan bandar judi dan menerima uang dari Bandar judi tersebut. Tolong…. Teman media pikirkan keluarga jangan memberi nafkah dari uang bandar judi.
Pertanyaannya, apakah awak media menerima uang dari bandar judi merupakan tindakan kriminal dan melanggar kode etik jurnalis? Jika menerima uang dari Bandar Judi hanya untuk tidak memberitakan lokasi dan kegiatan perjudian tersebut dan dianggap sebagai membecking perjudian, itu rasanya tidaklah mungkin.
Manalah mungkin awak media bisa membecking tindakkan kriminal (Judi dll), sementara media tidak memiliki wewenang melebihi dari aparat hukum (Polri). Jika hanya memang agar tidak memberitakannya, tetapi aparat hukum (Polri) tau ada lokalisasi perjudian, tetap saja bisa ditindak tegas dan diberantas oleh kepolisian.
Lalu peran kepolisian apa, terkait maraknya perjudian yang sampai menelan korban jiwa dari awak media? Pertanyaan ini yang selalu terngiang di pemikiran masyarakat terutama para awak media dan selalu terbawa sampai saat ini.
Lokalisasi perjudian bukanlah berada di alam ghaib tetapi masih berada di alam fana dan di atas bumi ini. Tidak mungkin aparat kepolisian tidak tau lokasi tersebut. Sebab semua lokasi perjudian tersebut berada di wilayah hukum kepolisian itu sendiri.
Pemberitaan sudah ada, keluhan masyarakat juga ada bahkan sampai viral pemberitaan judi tersebut di media sosial juga ada. Di samping itu, pihak kepolisian juga mempunyai intel-intel yang bisa menyelidiki kebenaran itu. Tetapi, malah resiko yang timbul menimpa para awak media sampai harus kehilangan nyawanya.
Cukup aneh, jika para pelaku tindakan kriminal kepada jurnalis tersebut yang dilakukan oleh Bandar Judi CS hanya mendapat tuntutan sanksi hukum pidana terkait kasus yang menimpa jurnalis, seperti kasus ancaman pembunuhan bahkan kasus pembunuhan.
Semestinya diusut juga pemberitaan jurnalis tentang maraknya judi dan mengapa bisa terjadi maraknya judi di wilayah hukum kepolisian. Karena pelaku kriminal tersebut adalah Bandar Judi. Pasal berlapis pantas didapat pelaku kriminal kepada para jurnalis tersebut, baik kasus judi dan bahkan kasus pembunuhannya.
Hanya Kepolisian saja yang mempunyai hak menangkap dan memenjarakan pelaku tindakan kriminal. Sedangkan para awak media ataupun jurnalis tidak memiliki hak itu. Selain punya hak, kepolisian juga mempunyai kewajiban untuk memberantas tindakan kriminal tersebut.
Atau memang tidak ada peraturannya dan sanksi hukum bagi aparat hukum yang tidak menjalankan kewajibannya? Sehingga Para Bandar Judi Bisa nyaman menjalankan aktivitasnya, sehingga Para Kapolsek, Kapolres serta Kapolda yang di wilayah hukumnya ada lokalisasi judi masih bisa tetap menjabat di jabatannya. Salam sehat.” Tutup Muhammad Arifin.
(Eric/Red)
Sumber : FPII Setwil Sumut