BINews || Jabar – Karawang,- Laju pertumbuhan kendaraan setiap Tahunnya terus meningkat, tentu hal ini juga membutuhkan bahan bakar. Hampir diseluruh Kecamatan di Indonesia sudah berdiri Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang didominasi oleh Pertamina. Namun beberapa waktu terakhir ini, tidak hanya Pertamina yang bergerak dibidang usaha penjualan bahan bakar untuk kendaraan bermotor. Shell mulai mengembangkan usaha SPBU di Indonesia. Minggu, 07 Januari 2021.
Dari total 137 SPBU Shell yang telah beroperasi, 16 di antaranya merupakan investasi Shell bersama mitra pengusaha daerah yang bergabung dalam program Shell Dealer Owned Dealer Operated (DODO). Program ini memberikan kesempatan kepada para pengusaha untuk memiliki dan mengelola SPBU bersama dengan Shell sebagai mitra bisnis yang siap memberikan beragam dukungan.
SPBU Shell tidak hanya tersebar di Kota – Kota besar saja, melainkan juga di Kota – Kota lapis kedua seperti Karawang, Cirebon, Tuban, dan Jombang. Namun sangat disayangkan, perusahaan minyak dan gas multinasional yang berkantor pusat di Belanda dan di daftarkan di Inggris tersebut tidak semua tertib dalam hal perizinan. Salah satu contohnya yang baru selesai dibangun di Kelurahan Palumbonsari, Kecamatan Karawang Timur, Kabupaten Karawang, Jawa Barat diduga belum memiliki Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL/UPL).
Andri Kurniawan selaku aktivis yang selama ini fokus mengkritisi sekaligus mempersoalkan kegiatan usaha yang membandel tanpa mengurus perizinan, kembali bereaksi ketika ada salah satu SPBU Shell yang diduga belum memiliki UKL – UPL?
Diungkapkannya, “Beberapa waktu lalu, saya melintas dijalur itu. Terlihat ada beberapa kegiatan usaha baru. Diantaranya adalah SPBU Shell dan usaha futsal berikut kolam renang, setelah saya konfirmasi terkait UKL – UPL kedua kegiatan usaha tersebut ke Bidang Tata Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (Taling DLHK) Karawang. Ternyata benar, keduanya belum memiliki UKL – UPL,”
“Padahal, berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup (Permen LH) Nomor 16 Tahun 2012 Tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup, menyampaikan bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak termasuk dalam kriteria wajib Amdal wajib memiliki UKL – UPL dan harus melaporkannya setiap 6 bulan sekali,” Jelas Andri.
“Jadi kalau dari pihak terkait tidak melaporkan laporan UKL – UPL usahanya secara berkala, maka dianggap tidak aktif dalam melakukan kegiatan atau usahanya dan konsekuensinya dapat berujung pencabutan izin usaha. Apa lagi kalau sampai tidak mengurus UKL – UPL, dapat diartikan kegiatan usahanya bodong,” Tandasnya.
“Oleh karena itu, saya mendesak Bidang Pengawasan dan Pengendalian (Wasdal) DLHK Karawang agar segera turun kedua lokasi kegiatan usaha tersebut. Kalau bisa kooperatif untuk mengurus UKL – UPL, maka segera arahkan untuk mengurusnya. Karena selain berpotensi menimbulkan dampak tanpa kajian UKL – UPL, jelas sudah merugikan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) dari aspek Pendapatan Asli Daerah (PAD. Jika UKL – UPL saja tidak ada, sudah dapat dipastikan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) pun tidak ada,” Tegas Andri.
“Bila mana sudah dilakukan Inspeksi Mendadak (Sidak) oleh Wasdal DLHK Karawang dan dilakukannya peneguran, mereka masih membandel? Saya akan mendorong Bidang Penegakan Peraturan Daerah Satuan Polisi Pamong Praja (Gakda Sat Pol PP) Karawang untuk mengambil tindakan. Baik itu menghentikan sementara kegiatan usaha atau pun penyegelan,” Pungkasnya. (Riandi & Rekan)