BINEWS II Sumut, Kab Batu Bara – Setelah terkuak di RDP (Rapat Dengar Pendapat) Komisi I DPRD Batu Bara, Proyek LPJ RSUD diteruskan ke ranah hukum.
Adanya dugaan penyimpangan pembuatan lampu penerangan jalan (LPJ) dari Dusun 2 Desa Kuala Gunung menuju RSUD Batu Bara dan dari RSUD menuju Simpang Limau Manis disoal.
Pasalnya setelah rapat dengar pendapat (RDP) di Komisi 1 DPRD Batu Bara pihak PUPR tidak dapat menjelaskan temuan Lembaga Pengawas Pelaksana Hukum Republik Indonesia ( DPP LPPH RI) Staf Intelejen dan Investigator Perwakilan Dewan Pimpinan Pusat di Kabupaten Batu Bara.
Staf Intelejen dan Investigator DPP LPPH RI Perwakilan Dewan Pimpinan Pusat di Kabupaten Batu Bara Sultan Aminuddin, Kamis (04/02/2021) minta dugaan penyimpangan tersebut ditindak lanjuti ke ranah hukum.
“Kita minta kepolisian dan kejaksaan melakukan penyidikan dugaan penyimpangan mark up dan dugaan fiktif pada proyek LPJ tersebut”, pinta Sultan.
Pada RDP yang digelar Senin (01/02/2021) disebutkan Ketua Komisi 1 DPRD Batu Bara Azhar Amri terkait LPJ yang diduga ada ketidaksesuaian antara kontrak dengan fakta dilapangan.
RDP disebutkan Amri dengan tujuan dalam rangka untuk perbaikan apabila ada kesalahan kesilapan sekaligus kontrol lembaga agar seluruh pekerjaan berlangsung baik.
Dari rangkaian tanya jawab antara Komisi 1 dengan Dinas PUPR Batu Bara diwakili PPK Wilson dan PPTK Bambang timbul dugaan adanya mark up biaya pembuatan 80 tiang berikut lampu penerangan jalan yang menghabiskan anggaran Rp. 475 Juta tersebut.
Pasalnya pengadu DPP LPPRI diketuai Sultan Aminuddin mempertanyakan 5 temuan pihaknya.
Melalui juru bicaranya Darmansyah dilokasi kegiatan ada kejanggalan yang harus dipertanyakan yakni pemasangan tiang memakai ompak, gimana speknya, tidak semua lampu dipasang pada tiang baru, 3 diantaranya tiang beton), ada yang menempel di tiang PLN (Dari Dusun 2 hingga RSUD).
Kemudian tiang dari Simpang Limau Manis ke RSUD ditemukan tidak penuh ukuran. Juga dipertanyakan pekerjaan telah dianggap selesai dan dibayar namun lampu belum menyala seluruhnya dan ada beberapa tiang yang terlihat tidak terikat dengan ompak karena dibuat dengan cor mati.
Menjawab temuan tersebut, Bambang selaku PPTK PUPR berujar pihaknya telah koordinasi dengan PLN terkait rencana pemasangan LPJ namun PLN bilang tidak ada jaringan sama sekali.
Masalah lampu tidak menyala yang telah dipasang pada (24/12) lalu sebanyak 80 unit hanya hidup 65 unit dengan daya 6600 VA (pertitik 100 Watt) diambil dari Simpang Limau Manis.
“PLN tidak memberikan ijin untuk menarik arus tambahan untuk menghidupkan 15 lampu yang belum hidup sehingga kita telah ajukan permintaan ke PLN untuk tambahan daya menjadi 13200 VA agar dapat hidup”, ujar Bambang.
Terkait rencana permintaan arus tambahan, Darmansyah menyatakan itu sebagai bukti tidak matangnya perencanaan pembuatan LPJ.
“Pembuatan LPJ tidak matang. Masa dengan lampu 80 buah dengan voltase masing masing 100 Watt hanya diajukan permintaan arus 6600 KVA. Ini sudah tidak betul. Belum lagi tidak adanya pengusulan gardu mengakibatkan jatah arus listrik untuk masyarakat jadi tersedot”, papar Darmansyah.
Sedangkan mengenai ketinggian tiang menurut PPK Wilson memang 6 meter sesuai ukuran pipa.
Menjawab adanya 3 tiang beton yang sebelumnya direncanakan tiang galvanis dua sambung namun dirombak karena dikhawatirkan tidak kokoh karena goyang getaran kereta api.
Menyikapi jawaban pihak PUPR, anggota Komisi 1 Ahmad Badri menekankan apabila ada perubahan spek harus dilaporkan perubahannya.
“Harusnya PU sebelum melakukan pekerjaan tersebut membuat trafo terlebih dahulu agar tidak menyedot arus jatah masyarakat”, tandas Badri.
Ketika didesak Wilson menyebut 80 tiang dan lampu dari Simpang Limau Manis menuju RSUD tidak termasuk dari Dusun 2 menuju RSUD yang hanya dipasang lampu menempel pada tiang PLN yang sudah ada.
Anehnya dalam kontrak disebutkan pemasangan LPJ termasuk dari Dusun 2 Desa Kuala Gunung menuju RSUD.
Ketika salah seorang aktivis DPP LPPRI memaparkan bahwa sesuai LPSE ada 2 proyek pemasangan LPJ yakni LPJ dari Dusun 2 Kuala Gunung menuju RSUD dan dari RSUD menuju Simpang Limau Manis dengan nilai kontrak Rp. 475 Juta dan Proyek pemasangan lampu se Kabupaten Batu Bara sebesar Rp. 750 Juta.
Uniknya kedua pekerjaan tersebut dikerjakan oleh CV Azra MRP dengan PPK yang sama yakni Wilson.
“Kami menduga ada mark up dan tumpang tindih dari kedua proyek tersebut” ubgkap Dian
Namun Bambang dengan lantang menyebut tidak ada tumpang tindih, sebab jumlah yang dipasang 240 lampu tidak ada di jalan menuju RSUD.
Dugaan mark up semakin terlihat dari mutu tiang yang diduga tidak standar karena terbuat dari besi lembut.
Juga harga pertiang plus lampu dan kabel yang disebutkan PPTK Bambang sebesar Rp. 4, 69 juta sebelum pajak atau 4, 26 juta sesudah pajak.
Kemudian proyek pembuatan lampu saja dengan menelan anggaran APBD Batu Bara sebesar Rp. 750 Juta disebutkan sebesar Rp. 2,7 juta setiap lampu sebelum pajak.
Melihat besaran biaya pembuatan tiang dan lampu termasuk kabel pada 80 tiang dan biaya pemasangan 240 lampu, DPP LPPRI menduga kuat telah terjadi mark up biaya. (Supriadi)