Simbol Kebanggaan Anak Beras Catu Tinggal Kenangan

Dibaca : 507

BINews II Sumut Kab Simalungun – Berangkat dari tulisan saudaraku Wilson Purba yang turut bergabung dan berpartisipasi dalam Groub PAKS binaan Yus Herley dua hari yang lalu

 

Dalam tulisan tersebut Wilson Purba merasa keadaan ini perlu diubah dengan yang lebih baik.

 

Berikut tulisannya “Salam beras catu

Kapan kita gajian ??

Cerita dimulai dari sini, memang harus dari sini, ini adalah simpulnya pabrik teh Sidamanik yang berdiri kokoh dan kekar. dari sini dimulai….

Pabrik teh kebun Sidamanik adalah pabrik teh yang paling tua diluar Pulau Jawa. Pertama beroperasi pada tahun 1926, management pengelolanya adalah para meneer Belanda, sedangkan kebunnya sudah ada sejak tahun 1917 di Bah Butong.

 

Pada tahun 50an, data saya kurang lengkap tahun persisnya. Perusahaan diambil alih Pemerintah Indonesia sebagai konsekwensi Belanda kalah perang, meneer harus pulang kandang. Rasionalisasi, pabrik diambil alih oleh RI. Merdeka…

Sampai dekade terakhir, perkebunan teh Sidamanik telah memberikan makna besar untuk kelangsungan hajat hidup orang banyak, memberikan makna benefit bagi warga masyarakat Sidamanik, memberikan profit bagi negara,

rasa tehnya “Manis” sampai ke Eropa sana dan belahan benua lain. Satu satunya teh yang bercita rasa kelat kelat dilidah, rasa khasnya memang kelat dilidah. Ini yang bikin teh Sidamanik terkenal.

 

Sampai tibalah saatnya tahun 90an, principle selaku broker agen resmi yang selama ini mendistribusikan teh Sidamanik ke sentra sentra dunia di Lyon, Prancis tidak menerima lagi teh Sidamanik di bursa internasional. Kontrak stop katanya teh kita tidak kelat lagi di lidah. Akibatnya supply demand terganggu.

Dari sinilah cerita dimulai.

Situasi pun tetap tidak berubah, daun teh semakin terpuruk. Persaingan global semakin membenamkannya dalam. Vegetasi faktor alam salah satunya yang bikin kwalitas teh Sidamanik tidak bisa dipertahankan seperti yang dulu, selain pengaruh iklim global.

Teh yang baik ada diketinggian 1200 MDPL, sedangkan teh Sidamanik rata rata hanya di ketinggian 900 MDPL.

Paling tinggi teh kita di ketinggian 1020.

 

Tidak terelakkan, salah satu pabrik yang paling tua diluar Jawa ini harus mengalah, tutup…yang tua mengalah.

Pabrik yang dibanggakan pada masa jayanya berhenti beroperasi. Bukan karena tidak mampu, roda gigi, conveyor, mesin produksi yang lain bahkan sulingnya masih setia memanggil. Semuanya masih mampu bekerja untuk Lima Puluh tahun lagi, berputar tanpa henti menghidupi beberapa generasi lagi, menghidupi hajat banyak orang.

Tapi kenyataanya pabrik ini berhenti, stop oleh ketidak pastian.

Demiksan tulisan ini dibuatnya untuk menjadi bahan pemikiran kita bersama untuk bangkit lagi, dan tulisan ini juga mendapat tanggapan beragam dari berbagai netizen didalam groub PAKS diantaranya Yus Harkey yang menyatakan “Sebagai anak kebon sidamanik.. Makanya kita harus bersatu…cuma satu kata hidupkan pabrik rawat tanaman tehnya…atau kita garap untuk kita tanami jagung…saya rasa lebih bermanfaat dari pada dibiarkan jadi semak belukar…menjadi sarang babi hutan, dan ular….

 

Demikian juga dengan comentar Leston Turnip “Walopun saya kurang tau apa itu MDPL, sidamanik diantara ketinggian 900 – 1020 MPDL, sedang teh yg bagus brada di ketinggain 1200 MPDL. Kalo ketinggian menjadi masalah, knp ya pd zaman mener bisa mendunia, spertiny ada hal salah dlm pengelolaan teh sidamanik, mutu adalah jaminan.

Endang Purwanti juga berkomentar “Puluhan thn tinggal disidamanik baru tahu sejarah sidamanik…tq infonya…. dlu klu orgtua gajian terus kamipun dpt bagian terus pigilah cepat2 makan miso pat mbah kabul yg rasanya tiada duanya paling enak sedunia…

 

Dan masih banyak lagi coment beragam dan bisa menjadi pemicu bagi Yus Harley untuk melangkah lebih berani (Soepry Adhy)