News  

Money Politik, Direktur BPN – ICI: Demokrasi Yang Gagal, Terciptanya Kriminal Demokrasi

Dibaca : 291

 

BINews || Jabar – Karawang,– Penggerak anti Korupsi, Marwan Ali Hasan, SH menyebut demokrasi Indonesia mengalami kemunduran dan gagal, kini telah berubah menjadi demokrasi kriminal.

 

Pernyataan itu disampaikan oleh Direktur Badan Pekerja Nasional Indonesian Corruption Investigation (BPN-ICI) Jawa Barat, Marwan Ali Hasan SH. Saat ditanya rekan awak media tentang bagaimana demokrasi di Indonesia dari masa ke masa, mengalami kemajuan atau malah sebaliknya? Minggu, 27 Desember 2020.

 

“Demokrasi yang gagal, kemunduran luar biasa, sebetulnya bertahap dari demokrasi yang bagus awal reformasi, berubah jadi demokrasi prosedural, belakangan malah jadi demokrasi kriminal,” terang Marwan.

 

Bukan tanpa sebab, ada yang mendasari Marwan berkata demikian, yakni politik uang yang Terstruktur, Sistematis dan Masif (TSM) di setiap kontestasi politik dari mulai ranah paling bawah Khususnya Pilkada sampai pada pemilihan kepala Negara.

 

“Jadi Bupati butuh uang sekitar Rp 80 Miliar, jadi Gubernur antara 100-300 Miliar, Nah rata-rata mereka ini gak pada punya uang, ada cukong yang bayarin. Cukong memilih, membantu menghire, bayar poster, kampanye, dan sebagainya,” kata Marwan.

 

Marwan menyinggung keberadaan cukong yang seringkali berada di belakang pemimpin atau salahsatu Paslon Incumbent guna meraup keuntungan berlebih.

 

“Begitu orang (Pemimpin Daerah) terpilih, dia malah lupa kewajibannya, tambah Bangsat dan Bejat,” imbuhnya tegas.

 

Melihat fenomena yang terjadi belakangan ini, maraknya money politik di Pilkada yang lalu, semoga saja itu bukan uang APBD yang jadi bancakan untuk kepentingan kemenangan Paslon, wabil Khusus Incumben.

 

Lebih lanjut, Marwan juga menyoroti kepemimpinan. Dia membandingkan dengan kepemimpinan pemerintahan berideologi komunis. akan ada perubahan demokrasi menjadi lebih bersih dan amanah.

 

Marwan mengatakan, Pancasila tidak memiliki sistem seleksi leadership atau kepemimpinan yang unggul.

 

Oleh sebab itu, tidak ada salahnya untuk mengambil pelajaran ini dari pemerintahan komunis agar Indonesia memiliki pemimpin dengan karakter baik seperti memiliki visi ke depan tanpa banyak pencitraan dan kepentingan pribadi yang ujung-ujungnya Korupsi. karena sistem pemilihan kepemimpinan demokrasi di Indonesia gagal.

 

“Kita yang mengaku Pancasila tidak punya sistem seleksi leadership yang unggul karena dasar kita feodal, nepotisme. Degan sistem rating, kita bisa menentukan pimpinan yang bagus. Kita ubah seleksi kepemimpinan supaya Indonesia jadi raksasa,” tegas Marwan.

 

Menyoal pencitraan para Kepala Daerah, menurut Marwan hal itu sah saja selagi masih wajar. Sebab, kata dia pencitraan berlebihan adalah jalan menuju kemiskinan dan kemunduran.

 

“Tapi jangan pilih pemimpin yang cuma pencitraan, karena itu modal ke arah kemiskinan dan kemunduran, pemimpin harus ada karakter, strategi, leadership, baru pencitraan. Mau dibawa ke mana Indonesia? Kita perlu pemimpin visi ke depan, karakter kuat, leadership perlu pencitraan yes. tapi bukan pencitraan yang utama, apalagi punya sekema mempertahankan Jabatan dengan kekuatan uang melibatkan semua perangkatnya.” tandas Marwan. (Riandi & Rekan)