BINEWS II Sumut, Kab. Batu Bara – Gonjang ganjing atas klaim Hak milik tanah dan Klaim Tanah Negara antara warga setempat dengan Pengelolah Hutan Negara di pantai sejarah masih belum mendapatkan titik terang siapa sebenarnya yang berhak atas tanah yang sedang dibangun sejumlah fasilitas berbagai wahana wisata di daratan pantai sejarah.
Berkenaan dengan hal tersebut wartawan coba menemui sejumlah narasumber yang ada, Senin (30/11/2020) di Desa Perupuk, Kecamatan Kima Puluh Pesisir
Salah satu warga. Ramli keplor begitu namanya dikenal di pantai sejarah, salah satu masyarakat yang sudah tinggal lebih dari 40 tahun lebih ini mengungkapkan bahwa dirinya terkejut mengetahui tanah miliknya berdiri Plank kawasan hutan negara yang didirikan oleh KPH2 permatang Siantar.
“Itu tanah dibeli orang tuaku dari Tok Dalim sekitar Tahun 1980 lebih. Barulah pada tahun 1995 dibuat surat jual beli atau ganti rugi yang ditandatangani dan diukur kepala desa semasa itu. Jadi Setau aku dari semasa atok nenek sampai onyang kupun memang disinilah tempat tinggal kami. Ya setau aku memang soal tanah itu memang masih hak orang tuaku, cuma orang tuaku sudah meninggal. Sekarang warisan lah kepada kami sebagai anaknya” ungkap Ramli
Masih menurut Ramli, Bahwa surat alas tanah hak terhadap warisan yang dimilikinya sudah sangat lama dan dibuktikan diatas surat yang tempo dulu tertera materai Rp.1000,- menyatu dengan surat jual beli atas tanah yang sedang dibangun oleh Pemkab Batubara yang saat ini diakui oleh pengelolah Kelompok Tani pencinta mangrove sebagai areal kerja yang diketuai oleh Azizi sesuai surat Izin IUPHKm yang dimiliki nya.
“Oleh karena itu dia sangat merasa aneh sejak kapan diatas Tanah tempat ia bermain ketika kecil milik orang tua dan kakeknya tersebut ditetapkan sebagai kawasan hutan negara.
“Sungguh aneh, dari saya kecil kami tidak pernah melihat ada plank Tanah Negara pada tanah yang kami tempati. Dan belum ada Petugas Kehutanan satu orangpun selama ini datang menanyakan atau memberi tahu kepada kami terkait status tanah itu wilayah Hutan negara “. Imbuhnya.
Ketika ditanyakan apakah selama ini pernah ada disosialisasikan oleh Kelompok Tani pencinta Mangrove yang diketuai Azizi kepadanya atau masyarakat setempat terkait tapal batas wilayah kerja rencana pembangunan yang sedang berjalan saat ini?
“Tidak pernah tidak ada yang datang konfirmasi ke kami untuk musyawarah. tau tau langsung ada yang membangun tidak ada konfirmasi ke kami. Dan dia (Azizi) bukan asli masyarakat sini, dio bukan masyarakat setempat dia orang gambus laut, kalo dia Orang sini pasti dio ajak kami rembukan. jadi akupun ngapain berhubungan sama Dio bagus aku rembukan sama kepala desa” jawabnya dengan tegas.
Hal senada juga disampaikan oleh Dwi Ermadi salah satu masyarakat yang tinggal tidak jauh dari lokasi pantai sejarah yang juga tidak pernah mengetahui adanya pengumuman yang dilakukan oleh Pihak Pemerintah provinsi sumatera utara ataupun Dinas kehutanan terkait tanah pantai sejarah yang sedang dibangun yang salah satunya juga dimiliki berdiri Plank atas tanah H. Elfi Haris, SH, MHum tersebut masuk wilayah Hutan Negara.
Ditambahkannya pula bahwa dirinya heran kepada Pak Azizi selaku ketua kelompok tani pencinta Mangrove yang bukan warga asli setempat tidak pernah mengundang dirinya atau menjelaskan kepada masyarakat setempat terkait tanah pantai sejarah tersebut berstatus hutan negara dan berstatus kawasan hutan masyarakat.
Dirinyapun mengaku tidak pernah diajak bertemu dan bermusyawarah apalagi untuk mengelola hutan kemasyarakatan ataupun ikut terlibat dalam Kepengurusan IUPHKm dan mengelola hutan kemasyarakatan tersebut selaku dia adalah masyarakat setempat di pantai sejarah
“Saya sebagai Polmas tidak pernah diundang, tidak pernah ada konfirmasi tidak pernah diskusi tau tau sudah dibangun, setau saya dia (Pak Azizi) cuma ketua penanam bakau se-kabupaten Batu Bara itu yang setau saya “. Ucap ketua FKPM yang beralamat di dusun v desa Perupuk.
Dari beberapa keterangan warga setempat, diduga bahwa masih banyak dari mereka yang tidak mengetahui akan Status Pantai sejarah berstatus wilayah hutan negara dan berstatus hutan kemasyarakatan.
Masih Menurut warga, hal ini disebabkan tidak adanya Sosialisasi dari kementerian kehutanan ataupun dari pihak kelompok tani pencinta Mangrove yang diketuai oleh Azizi selama ini tidak pernah mengundang ataupun menjelaskan terkait izin IUPHKm yang dimiliki olehnya kepada masyarakat setempat yang langsung bermukim atau berada di dalam areal pantai sejarah tersebut.
Menurut Dharma Sembiring yang datang bersama wartawan, Sebelumnya pada Minggu (22/11/2020) Azizi ketua kelompok tani pecinta mangrove ketika ditanyakan terkait plank kepemilikan Tanah yang diakui H.Elfi Haris SH, MHum adalah sebagai hak atas tanah miliknya yang dibeli dari Almarhum Bakhtiar ayah dari ahli waris keluarga Pak Ramli warga yang juga tanahnya masih ada di pantai sejarah sesuai surat tanah yang dimilikinya masuk areal kerja IUPHKm. ketika ditanyakan terkait hal itu Azizi menjawab dengan jawaban yang berubah-ubah.
Jawaban Menurut azizi bahwa dia tidak mengetahui dalam peta atau wilayah kerjanya ada tanah milik elfi Haris. ketika ditanyakan apakah setelah mengetahui ada Hak diatas tanah wilayah hutan kemasyarakatan apakah dia diperbolehkan untuk melanjutkan pembangunan?
“Kita mengetahui ada hak-hak mereka itu setelah kita menata batas. Saya kan mana tau ada hak-hak siapa aja didalam wilayah hutan yang saya bangun. Kita mengetahui hak-hak mereka setelah kita menata batas. Namun setelah saya bangun barulah ada orang-orang yang mengaku dari situ baru saya tau. Lalu saya sampaikan ke KPH2 siantar dan mereka jawab tidak boleh ada jual beli lahan di kawasan hutan” jawabnya.
Ada fakta menarik yang kami temukan terkait konflik yang muncul hari ini, menurut pengakuan warga bahwa tidak adanya komunikasi dan sosialisasi langsung dilibatkannya Masyarakat setempat yang bermukim atau yang memiliki hak atas tanah di pantai sejarah dalam menetapkan pantai sejarah masuk kawasan hutan negara atau kawasan hutan kemasyarakatan dan penetapan batas wilayah kerja sejak 2 tahun yang lalu pada saat IUPHKm ini diberikan kepada hak pengelola hutan kemasyarakatan baik dari kelompok tani pencinta hutan mangrove yang diketuai Azizi atau pun dari dinas kehutanan terkait.
Dan Azizi juga mengatakan dia sudah dengar terkait klaim warga atas hak diatas tanah tersebut bahkan ketika dia memiliki izin IUPHKm H.Elfi Haris adalah orang pertama yang diajaknya kerja sama walaupun memang belum ada realisasi kelanjutannya berarti Azizi selaku pemilik IUPHKm sudah mengetahui ada klaim Hak atas tanah oleh warga diatas tanah wilayah hutan negara yang sedang dikelolah nya bersama kelompok tani pencinta Mangrove tersebut.
“Setelah saya mengetahui ada kepemilikan pak Elfi saya akan berhenti membangun. Namun selama tidak ada keputusan itu milik pak Elfi saya akan tetap membangun “jawabnya tegas.
Ketika ditanyakan apakah yang membangun dari Pemda atau Kelompok Tani Azizi menjawab yang membangun adalah pihak Pemda.
“Atas nama kelompok tani. Nanti yang membangun itu pemda, setelah bangunan itu selesai akan dihibahkan ke kita ” tambahnya.
Dharma juga menjelaskan bahwa Menurut Permen Kehutanan NOMOR: P.37/MENHUT-II/2007 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN pada pasal 1 yang salah satu isinya menjelaskan Hutan Kemasyarakatan yang selanjutnya disingkat dengan HKm adalah hutan negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakat setempat.
(Supriadi)